Saat ini, lembaga tempat dimana masyarakat bisa mengirimkan putra-putrinya untuk menghafal Alqur’an tumbuh bak jamur di segala penjuru negeri. Lembaga-lembaga ini ada yang berbentuk pesantren ataupun rumah tahfidz.

Di satu sisi, fenomena tersebut merupakan hal yang menggembirakan karena dengan banyaknya lembaga tahfidz Qur’an berarti semakin banyak orang yang hafal Alqur’an. Di sisi lain, hal itu tentu dapat berdampak buruk apabila lembaga-lembaga tersebut terkontrol (mutu, motif atau SDMnya) oleh pemerintah atau pihak yang memiliki otoritas untuk mengontrolnya.

Lalu, sebenarnya bagaimana hukum menghafal Alqur’an?

Hukum Menghafal Alqur’an

اعلم أن حفظ القرآن فرض كفاية على الأمة، صرح به الجرجاني في الشافي والعبادي وغيرهما. قال الجويني: والمعنى فيه أن لا ينقطع عدد التواتر فيه فلا يتطرق إليه التبديل والتحريف، فإن قام بذلك قوم يبلغون هذا العدد سقط من الباقين، وإلا أثم الكل.

Al Hafizh Suyuthi mengatakan, “Ketahuilah bahwa adanya penghafal al Quran hukumnya adalah fardhu kifayah atas seluruh umat Islam sebagaimana penegasan al Jurjani dalam as Syafi, al ‘Ibadi, dll.

Al Juwaini menjelaskan hal tersebut dengan mengatakan bahwa maksudnya kemutawatiran [jumlah yang banyak] para penghafal al Quran tidak boleh terputus sehingga Alqur’an terjaga dari penggantian dan pengubahan. Sehingga jika di tengah-tengah umat telah dijumpai penghafal al Quran dalam jumlah yang mutawatir maka hukum wajib ini telah gugur dari yang lain. Namun jika jumlah tersebut belum terpenuhi maka semua umat Islam dosa karenanya.

Begitu pula dengan mengajarkan Alqur’an

وتعليمه أيضاً فرض كفاية، وهوأفضل القرب، ففي الصحيح خيركم من تعلم القرآن وعلمه.

Mengajarkan bacaan al Quran hukumnya juga fardhu kifayah dan hal tersebut adalah ibadah yang paling utama mengingat hadits shahih yang mengatakan ‘Sebaik baik kalian adalah yang mempelajari al Quran dan mengajarkannya’.

[al Itqon karya as Suyuthi 1/101, Darul Fikr Beirut]

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Assalamu 'alaikum